Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan medik di sarana
pelayanan kesehatan. Ruang Operasi adalah suatu unit khusus di rumah
sakit yang berfungsi sebagai daerah pelayanan kritis yang mengutamakan
aspek hirarki zonasi sterilitas. Oleh karena itu kegagalan dalam
pembedahan jangan sampai disebabkan oleh faktor perencanaan dan
perancangan fisik bangunan dan utilitasnya yang tidak memenuhi
persyaratan teknis.
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit telah menerangkan mengenai teknis fasilitas ruang operasi
persyaratan dan standar rumah sakit yang memenuhi standar pelayanan,
keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan adanya
undang-undang ini diharapkan kegagalan yang disebabkan faktor fisik
bangunan dan utilitasnya dapat dicegah.
Pembangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus bertujuan
memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan kesehatan, sehingga bangunan
ruang operasi yang akan dibuat memenuhi standar kemanan, keselamatan,
kemudahan dan kenyamanan bagi pasien dan pengguna bangunan lainnya serta
tidak berakibat buruk bagi keduanya.
Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, strukturnya harus
direncanakan kuat/kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban
dan memenuhi persyaratan kelayanan (;serviceability) selama umur
layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan Ruang
Operasi Rumah Sakit, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan
konstruksinya.
Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap
pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin
bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun
beban muatan sementara yang timbul akibat gempa dan angin. Dalam
perencanaan struktur bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit terhadap
pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit,
baik bagian dari sub struktur maupun struktur bangunan, harus
diperhitungkan memikul pengaruh gempa rancangan sesuai dengan zona
gempanya.
Ruangan yang harus ada dalam ruang operasi adalah sebagai berikut:
· Ruang Pendaftaran
· Ruang Tunggu Pengantar
· Ruang Transfer (Transfer Room)
· Ruang Tunggu Pasien (Holding Room)
· Ruang Persiapan Pasien
· Ruang Induksi
· Ruang Penyiapan Peralatan
· Ruang Operasi
· Ruang Pemulihan
· Ruang Resusitasi Bayi/ Neonatus
· Ruang Loker
· Ruang Dokter
· Scrub Station
· Ruang Utilitas Kotor (Spoel Hoek, Disposal)
· Ruang Penyimpanan Peralatan Kebersihan (Janitor)
· Ruang Linen
· Ruang Penyimpanan Peralatan
RENCANA DESAIN FISIK RUANG OPERASI
I. PERSYARATAN UMUM
Sebagai bagian penting dari Rumah Sakit, beberapa
komponen yang digunakan pada ruang operasi memerlukan beberapa
persyaratan khusus, antara lain :
a. Komponen penutup lantai.
a. Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan/ gesekan peralatan dan tahan terhadap api.
b. Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia dan anti bakteri.
c. Penutup lantai harus dari bahan anti statik, yaitu
vinil anti statik. Tidak menghantarkan listrik. Tahanan listrik dari
bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya umur pemakaian
dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat Stahanan listrik lantai
ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan
yang berlaku.
d. Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous,
tetapi cukup keras untuk pembersihan dengan penggelontoran (flooding),
dan pem-vakuman basah.
e. Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
f. Hubungan/ pertemuan antara lantai dengan dinding
harus menggunakan bahan yang tidak siku, tetapi melengkung untuk
memudahkan pembersihan lantai (Hospital plint).
g. Tinggi plint, maksimum 15 cm.
b. Komponen dinding.
Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :
a. Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak berjamur dan anti bakteri.
b. Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu.
c. Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.
d. Hubungan/ pertemuan antara dinding dengan dinding
harus tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan
juga untuk melancarkan arus aliran udara.
e. Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.
f. Apabila dinding punya sambungan, seperti panel dengan bahan melamin (merupakan bahan anti bakteri dan tahan gores) atau insulated panel system maka sambungan antaranya harus di-seal dengan silicon anti bakteri sehingga memberikan diding tanpa sambungan (;seamless), mudah dibersihkan dan dipelihara.
g. Alternatif lain bahan dinding yaitu dinding
sandwich galvanis, 2 (dua) sisinya dicat dengan cat anti bakteri dan
tahan terhadap bahan kimia, dengan sambungan antaranya harus di-seal dengan silicon anti bakteri sehingga memberikan diding tanpa sambungan (;seamless).
c. Komponen langit-langit.
Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :
a. Harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala
cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat
membahayakan pasien, tidak berjamur serta anti bakteri.
b. memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak menyimpan debu.
c. berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.
d. Selain lampu operasi yang menggantung,
langit-langit juga bisa dipergunakan untuk tempat pemasangan pendan
bedah, dan bermacam gantungan seperti diffuser air conditioning dan
lampu fluorescent.
e. Kebutuhan peralatan yang dipasang dilangit-langit,
sangat beragam. Bagaimanapun peralatan yang digantung tidak boleh
sistem geser, kerena menyebabkan jatuhnya debu pengangkut
mikro-organisme setiap kali digerakkan.
d. Pintu Ruang operasi.
a. Pintu masuk ruang operasi atau pintu yang menghubungkan ruang induksi dan ruang operasi.
a. disarankan pintu geser (sliding door) dengan rel diatas, yang dapat dibuka tutup secara otomatis.
b. Pintu harus dibuat sedemikian rupa sehingga pintu
dibuka dan ditutup dengan menggunakan sakelar injakan kaki atau siku
tangan atau menggunakan sensor, namun dalam keadaan listrik penggerak
pintu rusak, pintu dapat dibuka secara manual.
c. Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan.
d. Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass : double glass fixed windows).
e. Lebar pintu 1200 – 1500 mm, dari bahan panil dan dicat jenis cat anti bakteri & jamur dengan warna terang.
f. Apabila menggunakan pintu swing, maka pintu harus membuka ke arah dalam dan alat penutup pintu otomatis (;automatic door closer) harus dibersihkan setiap selesai pembedahan.
b. Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang scrub-up.
a. sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang operasi.
b. Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama
pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu
dilengkapi dengan “alat penutup pintu (door closer). Disarankan
menggunakan door seal and interlock system.
c. Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel system) dan dicat jenis cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang.
d. Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (;observation glass : double glass fixed windows).
c. Pintu/jendela yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang spoel Hoek (disposal).
(catatan ; jika menggunakan selasar kotor maka disposal material /
barang bekas pakai langsung dibawa keruang CSSD atau untuk peralatan
bisa dibawa keruang sterilisasi di area operasi dan linen ke CSSD)
a. sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun
kedalam ruang operasi. b) Pintu/jendela tidak boleh dibiarkan terbuka
baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu
pintu dilengkapi dengan engsel yang dapat menutup sendiri (auto hinge)
atau alat penutup pintu (door closer).
b. Lebar pintu/jendela 1100 mm, dari bahan panil (;insulated panel system) dan dicat jenis duco dengan cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang.dan dicat jenis duco dengan warna terang.
c. Pintu/jendela dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass : double glass fixed windows).
d. Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang penyiapan peralatan/ instrumen (jika ada).
a. sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang operasi.
b. Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama
pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu
dilengkapi dengan “alat penutup pintu (door closer).
c. Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil dan dicat jenis duco dengan cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang.
d. Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :double glass fixed windows).
II. ZONASI RUANG OPERASI
Sistem zonasi pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit
bertujuan untuk meminimalisir risiko penyebaran infeksi oleh
micro-organisme dari rumah sakit (area kotor) sampai pada kompleks ruang
operasi. Aspek esensial dari sistem zonasi ini dan layout/denah
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit adalah mengatur arah dari tim bedah,
tim anestesi, pasien dan setiap pengunjung serta aliran bahan steril dan
kotor.
Dengan menerapkan sistem zonasi ini dapat
meminimalkan risiko infeksi pada paska bedah. Kontaminasi mikrobiologi
dapat disebabkan oleh :
1. mikroorganisme (pada kulit) dari pasien atau infeksi yang mana pasien mempunyai kelainan dari apa yang akan dibedah.
2. petugas ruang operasi, terkontaminasi pada sarung tangan dan pakaian.
3. kontaminasi dari instrumen, kontaminasi cairan.
4. Jalur yang salah dari aliran barang “bersih” dan “kotor”
Udara dapat langsung (melalui partikel debu
pathogenic) dan tidak langsung (melalui kontaminasi pakaian, sarung
tangan dan instrumen) dapat menyebabkan kontaminasi. Oleh karena itu,
sistem pengkondisian udara mempunyai peranan yang sangat penting untuk
mencegah kondisi potensial dari kotaminasi yang terakhir. Adanya sistem
zonasi tersebut menyebabkan penggunaan sistem air conditioning pada
setiap zona berbeda-beda.
Keterangan :
1. Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)
Zona ini terdiri dari area resepsionis (ruang
administrasi dan pendaftaran), ruang tunggu keluarga pasien, janitor dan
ruang utilitas kotor.
2. Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang plester, pantri petugas. Ruang Tunggu Pasien (;holding)/ ruang transfer dan ruang loker (ruang ganti pakaian dokter dan perawat) merupakan area transisi antara zona 1 dengan zone 2.
3. Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang
terdiri dari ruang persiapan (preparation), peralatan/instrument steril,
ruang induksi, area scrub up, ruang pemulihan (recovery), ruang
resusitasi neonates, ruang linen, ruang pelaporan bedah, ruang
penyimpanan perlengkapan bedah, ruang penyimpanan peralatan anastesi,
implant orthopedi dan emergensi serta koridor-koridor di dalam kompleks
ruang operasi.
Merupakan area dengan kebersihan ruangan kelas 100.000 (ISO 8 – ISO 14644-1 cleanroom standards, Tahun 1999)
4. Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter, Hepa Filter)
Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara
positif. Merupakan area dengan kebersihan ruangan kelas 10.000 (ISO 7 –
ISO 14644-1 cleanroom standards, Tahun 1999)
5. Area Nuklei Steril
Area ini terletak dibawah area aliran udara kebawah (;laminair air flow)
dimana bedah dilakukan (meja operasi). Merupakan area dengan kebersihan
ruangan kelas 1.000 sampai dengan 10.000 (ISO 6 s/d 7 – ISO 14644-1 cleanroom standards, Tahun 1999).
III. DENAH RUANG OPERASI
1. Ruang Operasi Minor
Ruang operasi untuk bedah minor atau tindakan
endoskopi dengan pembiusan lokal, regional atau total dilakukan pada
ruangan steril. Kegiatan induksi/anastesi dan penyiapan alat untuk bedah
minor dapat dilakukan di ruang operasi dan bak cuci tangan (scrub-up)
ditempatkan berdekatan dengan bagian luar ruangan ruang operasi ini.
Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan minor, ± 36 m2, dengan ukuran ruangan panjang x lebar x tinggi adalah 6m x 6m x 3 m.
Peralatan utama pada ruang operasi minor ini adalah :
a) Meja Operasi.
b) Lampu operasi tunggal.
c) Mesin Anestesi dengan saluran gas medik dan listrik menggunakan pendan anestesi atau cara lain.
d) Peralatan monitor bedah, dengan diletakkan pada pendan bedah atau cara lain.
e) Film Viewer.
f) Jam dinding.
g) Instrument Trolley untuk peralatan bedah.
h) Tempat sampah klinis.
i) Tempat linen kotor.
j) lemari obat/ peralatan dan lain-lain.
2. Ruang operasi Umum (General Surgery Room).
Kamar operasi umum menyediakan lingkungan yang steril
untuk melakukan tindakan bedah dengan pembiusan lokal, regional atau
total. Kamar operasi umum dapat dipakai untuk pembedahan umum dan
spesialistik termasuk untuk ENT, Urology, Ginekolog, Opthtamologi, bedah
plastik dan setiap tindakan yang tidak membutuhkan peralatan yang
mengambil tempat banyak. Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
pembedahan umum minimal 42 m2, dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7mx6mx3m.
Peralatan kesehatan utama minimal yang berada di kamar ini antara lain :
a) 1 (satu) meja operasi (operation table),
b) 1 (satu) set lampu operasi (Operation Lamp), terdiri dari lampu utama dan lampu satelit.
c) 2 (dua) set Peralatan Pendant (digantung), masing-masing untuk pendan anestesi dan pendan bedah.
d) 1 (satu) mesin anestesi,
e) Film Viewer.
f) Jam dinding.
g) Instrument Trolley untuk peralatan bedah.
h) Tempat sampah klinis.
i) Tempat linen kotor.
j) dan lain-lain.
3. Ruang Operasi Besar (Mayor).
Kamar Besar menyediakan lingkungan yang steril
untuk melakukan tindakan bedah dengan pembiusan lokal, regional atau
total. Ruang operasi besar dapat digunakan untuk tindakan pembedahan
yang membutuhkan peralatan besar dan memerlukan tempat banyak, termasuk
diantaranya untuk bedah Neuro, bedah orthopedi dan bedah jantung.
Kebutuhan area ruang operasi besar minimal 50 m2, dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7.2m x 7m x 3m.
4. Ruang Induksi
Pasien bedah menunggu di ruangan ini, apabila belum
siap. Pembiusan lokal, regional dan total dapat dilakukan diruangan ini.
Ruangan harus tenang, dan ruangan ini terbebas dari bahaya listrik.
Area ruang induksi (preoperatif) yang dibutuhkan sekurang-kurangnya 15 m2.
5. Ruang Penyiapan Peralatan (Preparation Room).
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan dan menyiapkan
bahan-bahan bersih dan steril yang dipakai serta peralatan/instrumen
untuk pembedahan pasien, penyimpanan dan penyiapan obat terjamin
keamanannya, termasuk cairan suntik.
IV. PERSYARATAN KESELAMATAN
Pelayanan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit,
termasuk “daerah pelayanan kritis”, sesuai SNI 03 – 7011 – 2004,
Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan”.
1. Sistem proteksi petir.
a. Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit yang
berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk, ketinggian dan penggunaannya
berisiko terkena sambaran petir, harus dilengkapi dengan instalasi
proteksi petir.
b. Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang
harus dapat mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan
sambaran petir terhadap bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dan peralatan
yang diproteksinya, serta melindungi manusia di dalamnya.
2. Sistem proteksi kebakaran
a. Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, harus
dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan sistem proteksi pasif dan
proteksi aktif.
b. Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada
fungsi/klasifikasi, risiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan
terpasang, dan/ atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan Ruang
Operasi Rumah Sakit..
c. Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada
fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah
dan kondisi penghuni dalam bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit..
d. Bilamana terjadi kebakaran di ruang operasi,
peralatan yang terbakar harus segera disingkirkan dari sekitar sumber
oksigen dan mesin anestesi atau outlet pipa yang dimasukkan ke ruang operasi untuk mencegah terjadinya ledakan.
e. Api harus dipadamkan di ruang operasi, jika
dimungkinkan, dan pasien harus segera dipindahkan dari tempat berbahaya.
Peralatan pemadam kebakaran harus dipasang diseluruh rumah sakit .
Semua petugas harus memahami ketentuan tentang cara-cara proteksi
kebakaran. Mereka harus mengetahui persis tata letak kotak alarm
kebakaran dan mampu menggunakan alat pemadam kebakaran tersebut.
3. Sistem Kelistrikan
a. Sumber daya listrik.
Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Operasi Rumah
Sakit, termasuk katagori “sistem kelistrikan esensial 3” , di mana
sumber daya listrik normal dilengkapi dengan sumber daya listrik siaga
dan darurat untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber
daya listrik normal.
b. Jaringan.
a. Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di
langit-langit tetapi yang bisa digerakkan, harus dilindungi terhadap
belokan yang berulang-ulang sepanjang track, untuk mencegah terjadinya
retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada kabel.
b. Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-bahaya tersebut.
c. Sambungan listrik pada outlet-outlet harus
diperoleh dari sirkit-sirkit yang terpisah. Ini menghindari akibat dari
terputusnya arus karena bekerjanya pengaman lebur atau suatu sirkit yang
gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.
c. Terminal.
a. Kotak kontak (stop kontak)
i. Setiap kotak kontak daya harus menyediakan
sedikitnya satu kutub pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans
yang rendah dengan kontak tusuk pasangannya.
ii. Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap
lebih berat dari udara dan akan menyelimuti permukaan lantai bila
dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang 5 ft ( 1,5 m) di atas
permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan.
b. Sakelar.
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus
memenuhi SNI 04 – 0225 – 2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL
2000), atau pedoman dan standar teknis yang berlaku.
d. Pembumian.
Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan
petugas. Sistem harus memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang
dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain
peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan potensial pembumian (Equal potential grounding system). Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.
e. Peringatan.
Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam
pemakaian listrik membawa akibat bahaya sengatan listrik, padamnya
tenaga listrik, dan bahaya kebakaran. Kesalahan dalam instalasi listrik
bisa menyebabkan arus hubung singkat, tersengatnya pasien, atau petugas.
Bahaya ini dapat dicegah dengan :
a. Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk
kamar operasi. Peralatan harus mempunyai kabel yang cukup panjang dan
harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghindari beban lebih.
b. Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan sistem pembumian yang benar sebelum digunakan.
c. Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan listrik yang tidak benar.
4. Sistem Gas Medis dan Vakum Medis
a. Vakum, udara tekan medik, oksigen, dan nitrous oksida disalurkan dengan pemipaan ke ruang operasi. Outlet-outletnya bisa dipasang di dinding, pada langit-langit, atau digantung di langit-langit.
b. Bilamana terjadi gangguan pada suatu jalur, untuk
keamanan ruang-ruang lain, sebuah lampu indikator pada panel akan
menyala dan alarm bel berbunyi, pasokan oksigen dan nitrous oksida dapat
ditutup alirannya dari panel-panel yang berada di koridor-koridor, Bel
dapat dimatikan, tetapi lampu indikator yang memonitor
gangguan/kerusakan yang terjadi tetap menyala sampai gangguan/kerusakan
teratasi.
c. Selama terjadi gangguan, dokter anestesi dapat
memindahkan sambungan gas medisnya yang semula secara sentral ke
silinder-silinder gas cadangan pada mesin anestesi.
V. PERSYARATAN KESEHATAN
1. Sistem ventilasi.
a. Ventilasi di ruang operasi harus pasti merupakan
ventilasi tersaring dan terkontrol. Pertukaran udara dan sirkulasi
memberikan udara segar dan mencegah pengumpulan gas-gas anestesi dalam
ruangan.
b. Dua puluh lima kali pertukaran udara per jam di ruang bedah yang disarankan.
c. Filter microbial dalam saluran udara pada ruang
bedah tidak menghilangkan limbah gas-gas anestesi. Filter penyaring
udara, praktis hanya menghilangkan partikel-partikel debu.
d. Jika udara pada ruang bedah disirkulasikan,
kebutuhan sistem scavenger untuk gas (penghisapan gas) adalah mutlak,
terutama untuk menghindari pengumpulan gas anestesi yang merupakan
risiko berbahaya untuk kesehatan anggota tim bedah.
e. Ruang bedah menggunakan aliran udara laminair.
g. Tekanan dalam setiap ruang operasi harus lebih
besar dari yang berada di koridor-koridor, ruang sub steril dan ruang
pencucian tangan (;scrub-up) (tekanan positif).
h. Tekanan positif diperoleh dengan memasok udara
dari diffuser yang terdapat pada langit-langit ke dalam ruangan. Udara
dikeluarkan melalui return grille yang berada pada + 20 cm diatas permukaan lantai.
i. Organisme-organisme mikro dalam udara bisa masuk ke dalam ruangan, kecuali tekanan positip dalam ruangan dipertahankan.
2. Sistem pencahayaan.
a. Pencahayaan Umum.
a. Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempunyai
pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan
darurat sesuai dengan fungsinya.
b. Ruang fasilitas/akomodasi petugas dan ruang
pemulihan sebaiknya dibuat untuk memungkinkan penetrasi cahaya siang
langsung/tidak langsung.
c. Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan
tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan
Ruang Operasi Rumah Sakit dengan mempertimbangkan efisiensi,
penghematan energi, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau
pantulan.
d. Pencahayaan buatan yang digunakan untuk
pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan Ruang Operasi Rumah
Sakit dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan
mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
e. Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang
diperlukan untuk pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali
manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah
dibaca dan dicapai, oleh pengguna ruang.
f. Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.
g. Disarankan pencahayaan ruangan menggunakan lampu fluorecent, dengan pemasangan sistem lampu recessed karena tidak mengumpulkan debu.
h. Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.
i. Dokter anestesi harus mendapat cukup pencahayaan, sekurang-kurangnya 200 footcandle (= 2.000 Lux), untuk melihat wajah pasiennya dengan jelas.
j. Untuk mengurangi kelelahan mata (fatique),
perbandingan intensitas pencahayaan ruangan umum dan di ruang operasi,
jangan sampai melebihi satu dibanding lima, disarankan satu berbanding
tiga.
k. Perbedaan intensitas pencahayaan ini harus
dipertahankan di koridor, tempat pembersihan dan di ruangannya sendiri,
sehingga dokter bedah menjadi terbiasa dengan pencahayaan tersebut
sebelum masuk ke dalam daerah steril. Warna-warni cahaya harus
konsisten.
b. Pencahayaan tempat operasi/bedah
a. Pencahayaan tempat operasi/bedah tergantung dari
kualitas pencahayaan dari sumber sinar lampu operasi/bedah yang
menggantung (overhead) dan refleksi dari tirai.
b. Cahaya atau penyinaran haruslah sedemikian sehingga kondisi patologis bisa dikenal.
c. Lampu operasi/bedah yang menggantung (overhead), haruslah :
i. Membangkitkan cahaya yang intensif dengan rentang
dari 10.000 Lux hingga 20.000 Lux yang disinarkan ke luka pemotongan
tanpa permukaan pemotongan menjadi silau.
ii. Harus memberikan kontras terhadap kedalaman dan hubungan struktur anatomis.
d. Lampu sebaiknya dilengkapi dengan kontrol
intensitas. Dokter bedah akan meminta cahaya agar lebih terang jika
diperlukan. Lampu cadangan harus tersedia.
e. Pilihlah cahaya yang mendekati biru/putih (daylight).
Kualitas cahaya dari tissue yang normal diperoleh dengan energi
spektral dari 1800 hingga 6500 Kelvin (K). Disarankan menggunakan warna
cahaya yang mendekati warna terang (putih) dari langit tidak
berawan di siang hari, dengan temperatur kurang lebih 5000 K. e)
Kedudukan lampu operasi/bedah harus bisa diatur menurut suatu posisi
atau sudut.
f. Pergerakan ke bawah dibatasi sampai 1,5 m di atas lantai kalau dipergunakan bahan anestesi mudah terbakar.
g. Jika hanya dipergunakan bahan tidak mudah terbakar, lampu bisa diturunkan seperti yang dikehendaki.
h. Umumnya lampu operasi/bedah digantung pada langit-langit dan armatur/fixturenya bisa digerakkan/digeser-geser.
i. Beberapa jenis lampu operasi/bedah mempunyai lampu ganda atau track ganda dengan sumber pada tiap track .
j. Lampu operasi direncanakan untuk dipergunakan guna
memperoleh intensitas cahaya yang cukup dan bayangan yang sekecil
mungkin pada luka pembedahan.
k. Armatur/fixture disesuaikan sedemikian hingga
dokter bedah bisa mengarahkan sinar dengan perantaraan pegangan-pegangan
yang steril pada armatur/fixture tersebut.
3. Sistem Sanitasi
Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus dilengkapi dengan sistem air
bersih, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan
sampah, serta penyaluran air hujan.
a. Sistem air bersih.
a. Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbang kan sumber air bersih dan sistem distribusinya.
b. Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air
berlangganan dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan
kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
c. Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam
bangunan rehabilitasi medik harus memenuhi debit air dan tekanan minimal
yang disyaratkan.
b. Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah.
a. Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah
harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan
tingkat bahayanya.
b. Pertimbangan jenis air kotor dan/atau air limbah
diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan
penggunaan peralatan yang dibutuhkan.
c. Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya.
c. Sistem pembuangan kotoran dan sampah.
a. Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus
direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan
dan jenisnya.
b. Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan
dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada
bangunan rehabilitasi medik, yang diperhitungkan berdasarkan fungsi
bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah.
c. Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan
dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak
mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya. 4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pengolahan fasilitas pembuangan kotoran dan sampah pada bangunan Ruang
Operasi Rumah Sakit mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
d. Sistem penyaluran air hujan.
a. Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan
dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah,
permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.
b. Setiap bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan.
c. Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus
diserapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan
sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
d. Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun
sebab lain yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus
dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang.
e. Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.
V. PERSYARATAN KENYAMANAN.
1. Sistem pengkondisian udara.
a. Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang
di dalam bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang
Operasi Rumah Sakit harus mempertimbang kan temperatur dan kelembaban
udara.
b. Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan
kelembaban udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan pengkondisian
udara dengan mempertimbangkan :
i. fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan.
ii. kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan
iii. prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.
c. Sistem ini mengontrol kelembaban yang dapat
menyebabkan terjadinya ledakan. Kelembaban relatip yang harus
dipertahankan adalah 45% sampai dengan 60%, dengan tekanan udara positif
pada ruang operasi.
d. Uap air memberikan suatu medium yang relatip
konduktif, yang menyebabkan muatan listrik statik bisa mengalir ke tanah
secapat pembangkitannya. Loncatan bunga api dapat terjadi pada
kelembaban relatip yang rendah. e. Temperatur ruangan dipertahankan
sekitar 190C sampai 240C.
e. Sekalipun sudah dilengkapi dengan kontrol
kelembaban dan temperatur, unit pengkondisian udara bisa menjadi sumber
micro-organisme yang datang melalui filter-filternya. Filter-filter ini
harus diganti pada jangka waktu yang tertentu.
f. Saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur.
g. Ruang operasi dilengkapi dengan sistem aliran
laminar ke bawah dengan hembusan udara dari plenum ( 8 sampai 9 m2).
Pada kondisi kerja dengan lampu operasi dinyalakan dan adanya tim bedah,
suplai udara dan profil hembusan udara dipilih sedemikian rupa sehingga
aliran udara tidak lewat melalui setiap sumber kontaminasi sebelum
mengalir kedalam area bedah atau diatas meja instrumen.
h. Jika pada area penyiapan instrumen/ peralatan
steril tidak dilakukan di bawah aliran udara aliran udara ke bawah dari
langit-langit, preparasi steril dengan sistem aliran laminar kebawah
harus dibuat sendiri dalam area preparasi steril atau tempat dimana
preparasi steril dilakukan (contoh di koridor kompleks bedah).
i. Sebaiknya dipastikan bahwa tidak ada emisi debu
dari bagian bawah langit-langit pada area preparasi dan ruang operasi ke
dalam ruangan. Langit-langit dengan bagian bawah yang rapat sebaiknya
digunakan atau ruangan di bagian bawah langit-langit sebaiknya dapat
menahan tekanan khususnya di area preparasi dan ruang operasi.
j. Penting untuk memilih perletakan lubang ducting
udara masuk dan keluar dari sistem ventilasi guna mencegah
terkontaminasinya udara buang terisap kembali jika angin meniup dalam
arah tertentu.
k. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan kenyamanan kondisi udara pada
bangunan rehabilitasi medik mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, atau edisi
terakhir, Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara
pada bangunan gedung , atau pedoman dan standar teknis lain yang
berlaku.
2. Kebisingan
a. Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap
kebisingan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, pengelola bangunan
Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempertimbang kan jenis kegiatan,
penggunaan peralatan, dan/ atau sumber bising lainnya baik yang berada
pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupu di luar bangunan Ruang
Operasi Rumah Sakit
b. Indeks kebisingan maksimum pada ruang operasi adalah 45 dBA dengan waktu pemaparan 8 jam.
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
perencanaan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan
instalasi bedah mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
3. Getaran.
a. Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap
getaran pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, pengelola bangunan
Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempertimbang kan jenis kegiatan,
penggunaan peralatan, dan/ atau sumber getar lainnya baik yang berada
pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar bangunan Ruang
Operasi Rumah Sakit.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
perencanaan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan Ruang
Operasi Rumah Sakit mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
VI. PERSYARATAN KEMUDAHAN
1. Kemudahan hubungan horizontal.
a. Setiap bangunan rumah sakit harus memenuhi
persyaratan kemudahan hubungan horizontal berupa tersedianya pintu
dan/atau koridor yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan
Ruang Operasi Rumah Sakit tersebut.
b. Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu
ruangan dipertimbangkan berdasarkan besaran ruang, fungsi ruang, dan
jumlah pengguna ruang.
c. Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan fungsi ruang dan aspek keselamatan.
d. Ukuran koridor sebagai akses horizontal antarruang
dipertimbangkan berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang dan jumlah
pengguna.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan pintu dan koridor mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
2. Kemudahan hubungan vertikal.
a. Setiap bangunan rumah sakit bertingkat harus
menyediakan sarana hubungan vertikal antarlantai yang memadai untuk
terselenggaranya fungsi bangunan rumah sakit tersebut berupa tersedianya
tangga, ram, lif, tangga berjalan/ eskalator, dan/atau lantai
berjalan/travelator.
b. Jumlah, ukuran dan konstruksi sarana hubungan
vertikal harus berdasarkan fungsi bangunan rumah sakit, luas bangunan,
dan jumlah pengguna ruang, serta keselamatan pengguna bangunan rumah
sakit.
c. Setiap bangunan rumah sakit yang menggunakan lif, harus menyediakan lif kebakaran.
d. Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran
atau lif penumpang biasa atau lif barang yang dapat diatur
pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat digunakan secara
khusus oleh petugas kebakaran.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan lif, mengikuti pedoman dan
standar teknis yang berlaku.
3. Sarana evakuasi.
a. Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan
sarana evakuasi yang meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna,
pintu eksit, dan jalur evakuasi yang dapat dijamin kemudahan pengguna
bangunan rumah sakit untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan rumah
sakit secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.
b. Penyediaan sistem peringatan bahaya bagi pengguna,
pintu eksit, dan jalur evakuasi disesuaikan dengan fungsi dan
klasifikasi bangunan gedung, jumlah dan kondisi pengguna bangunan rumah
sakit, serta jarak pencapaian ke tempat yang aman.
c. Sarana pintu eksit dan jalur evakuasi harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah dibaca dan jelas.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan sarana evakuasi mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
4. Aksesibilitas.
a. Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan
fasilitas dan aksesibilitas untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi
penyandang cacat dan lanjut usia masuk ke dan ke luar dari bangunan
rumah sakit serta beraktivitas dalam bangunan rumah sakit secara mudah,
aman nyaman dan mandiri.
b. Fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud
meliputi toilet, telepon umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu,
ram, tangga, dan lif bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas dan ketinggian bangunan rumah sakit.
d. Ketentuan tentang ukuran, konstruksi, jumlah
fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat mengikuti ketentuan
dalam pedoman dan standar teknis yang berlaku.
Posting ini membantu untuk referensi design HVAC...
BalasHapus